Rabu, 19 November 2014

prinsip-prinsip paud



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Ilmu pendidikan telah berkembang pesat dan terspesialisasi. Salah satu diantanya adalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang membahas pendidikan untuk anak usia 0-8 tahun. PAUD telah berkembang dengan pesat dan mendapat perhatian luar biasa terutama di negara-negara maju.
Pembelajaran anak usia dini menggunakan prinsip belajar, bermain, dan bernyanyi. Pembelajaran disusun sehingga menyenangkan, menggembirakan, dan demokratis agar menarik anak untuk lebih terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran.
Terdapat banyak prinsip pembelajaran pada pendidikan anak usia dini. Tetapi setidaknya dari sekian banyak prinsip yang ada tersebut di petakan menjadi dua kategori, yakni prinsip secara teoritis dan peinsip secara praktis.

B.  Rumusan Masalah
1.      Apa saja prinsip-prinsip Teoritis dalam Pembelajaran/Kegiatan PAUD?
2.      Apa saja prinsip-prinsip Praktis dalam Pembelajaran/Kegiatan PAUD?

C.  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip Teoritis dalam Pembelajaran/Kegiatan PAUD.
2.      Untuk mengetahu apa saja prinsip-prinsip Praktis dalam Pembelajaran/Kegiatan PAUD.
D.  Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini bermanfaat
1.      Bagi penulis
Makalah yang telah ditulis ini diharapkan menjadi wahana transformasi pengetahuan antara mahasiswa dengan mahasiswa lainnya, mahasiswa dengan masyarakat, serta orang-orang yang berminat membacanya.
2.      Bagi mahasiswa
Makalah yang telah ditulis ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber bacaaan ataupun referesi untuk mahasiswa khususnya tentang prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini.
3.      Bagi masyarakat
Makalah yang telah ditulis ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber bacaan ataupun referensi tentang prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini.


BAB II
PEMBAHASAN

A.   PRINSIP-PRINSIP TEORITIS DALAM PEMBELAJARAN/KEGIATAN PAUD
Hasil pemikiran para filsuf tentang pendidikan anaka usia dini, oleh Tina Bruce (1987) dirangku dalam sepuluh prinsip khusus pendidikan anak usia dini sebagai berikut:
1.      Masa anak-anak adalah sebagian dari kehidupannya secara keseluruhan. Masa ini bukan dipersiapkan untuk menghadapi kehidupan pada masa yang akan datang, melainkan sebatas optimalisasi potensi secara optimal.
2.      Fisik, mental, dan kesehatan sama pentingnya dengan berpikir maupun aspek psikis (spiritual) lainnya. Oleh karena itu, keseluruhan (holistik) aspek perkembangan anak merupakan pertimbangan yang sama pentingnya.
3.      Pembelajaran anak usia dini melaui berbagai kegiatan saling terkait satu dengan yang lainnya sehingga pola stimulasi perkembangan anak tidak boleh sektoral dan parsial, hanya satu aspek perkembangan saja.
4.      Membangkitkan motivasi intristik (motivasi dari dalam diri) anak akan menghasilkan inisiatif sendiri (self directed activity) yang sangat bernilai daripada motivasi ekstrensik.
5.      Program pendidikan pada anak usia dini perlu menekankan pada pentingnya sikap disiplin karena sikap tersebut dapat membentuk watak dan kepribadiannya.
6.      Masa peka (0-3 tahun) untuk mempelajari sesuatu pada tahap perkembangan tertentu, perlu diobservasi lebih detail.
7.      Tolok ukur pembelajaran PAUD hendaknya bertumpu pada hal-hal atau kegiatan yang telah mampu dikerjakan anak, bukan mengajarkan hal-hal baru kepada anak, meskipun tujuannya baik karena baik menurut guru dan orang tua belum tentu baik menurut anak.
8.      Suatu kondisi terbaikatau kehidupan terjadi dalam diri anak (innerlife), khususnya pada kondisi yang menunjang.
9.      Orang-orang disekitar (anak dan orang dewasa) dalam interaksi merupakan sentral penting karena mereka secara otomatis menjadi guru bagi anak.
10.  Pada hakikatnya, PAUD merupakan interaksi antara anak, lingkungan, orang dewasa, dan pengetahuan.[1]

Dari prinsip-prinsip diatas, prinsip PAUD dapat dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu:
1.      Anak adalah peserta didik aktif.
2.      Menyediakan fasilitas agar anak belajar melaui bermain, dan bermain sambil belajar.
3.      Memberi kesempatan anak untuk berpartisipasi aktif.
4.      Mendorong anak untuk membangun dan mengembangkan idenya sendiri.
5.       Memotivasi anak untuk mengembangkan potensi diri tanpa takut berbuat salah.[2]

Apabila dikatkan dengan program pendidikan prasekolah, khusunya Taman Kanak-kanak maka ada beberapa prinsip pelaksanaan pendidikan di taman kanak-kanak, yaitu:
1.      Tanam Kanak-kanak perlu menciptakan situasi pendidikaan yang memberikan rasa aman dan menyenangkan bagi anak didik.
2.      Setiap anak didik merupakan anak yang unik, maka sebaiknya diberikan kegiatan yang bervariasi dan perhatian yang bersifat individual.
3.      Pelaksanaan pendidikan harus mempertimbangkan kematangan anak untuk memperoleh kemampuan baru.
4.      Bermain merupakan cara yang sangat efektif untuk mengembangkan kemampuan anak.
5.      Tidak ada unsur paksaan dalam proses pendidikan.[3]

Berbeda dengan prinsip-prinsip yang dikemukanan Tina Bruce (1987), Douglas H. Clements (dalam Hass dan Parkay, 1993: 339) membagi prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini ke dalam empat kategori, yaitu: kategori anak sebagai peserta didik aktif, anak sebagi pembelajar sosial-emosional, anak sebagai peserta didik independen (penanggung jawab atas kegiatan yang dilakukannya sendiri) dan kategori anak sebagai pembelajar di dunia nyata. Berikut penjelasan keempat kategori tersebut.
1.      Kategori anak sebagai peserta didik aktif. Berdasarkan teori Piaget dalam perkembangan kognitif, anak membangun pengetahuan sendiri secara konstruktif. Beberapa prinsip yang termasuk ke dalam kategori ini adalah sebagai berikut:
a.       Pemahaman terhadap anak dilakukan secara partisipasi aktif dan mengikuti pola perkembangan anak.
b.      Memotivasi atau menstimulasi anak untuk membangun ide-idenya sendiri dan “menguji” ide tersebut melaui aktivitas fisik dan mental.
c.       Menyediakan berbagai kesempatan bagi anak untuk belajar melalui bermain, dan mengekspresikan idenya dengan bebas-kreatif, serta mengembangkan minat estetik, keterampilan motorik, dan nilai-nilai moral keagamaan.
d.      Menyediakan kerangka konseptual dan memperbanyak pada aspek pengertian daripada pengetahuan.
e.       Menekankan aspek berpikir, alasan (reasoning), dan pengambilan keputusan secara mandiri.
2.      Kategori anak sebagai pembelajar sosial-emosional. Perkembangan sosial-emosional penting bagi diri anak. Interaksi sosial antara anak dan orang dewasa adalah masalah krisis untuk dipelajari, khususnya mempelajari cara-cara berpikir baru. Di dalam pembelajaran sosial-emosional  ini, terdapat dua prinsip utama, yakni:
a.       Menyediakan kesempatan bagi anak untuk berinteraksi secara sosial untuk menumbuhkan self image yang positif dalam diri anak.
b.      Menyediakan berbagai kesempatan untuk belajar tanpa tuntutan dari orang tua maupun guru.
3.      Kategori anak sebagai peserta didik independen. Kategori ketiga ini berdasarkan asumsi bahwa anak harus belajar bertanggung jawab. Hal ini menuntut adanya sejumlah prinsip sebagai berikut:
a.       Menyediakan lingkungan (walaupun terbatas) yang dapat mendorong otonomi atau kebebasan anak untuk bermain secara eksploratif.
b.      Menstimulasi, mendorong dan memotivasi anak untuk mencari relasi atau pergaulan (relationship) dengan orang lain, melaui pergaulan dalam bermacam problem.
c.       Memotivasi anak untuk memperkaya pengalaman dengan berbagai solusi dan alternatif-alternatif  pemecahan masalah.
d.      Memberi peluang kepada anak untuk memiliki tujuan-tujuan realistik dan dalam memprediksikan atau mengkonfirmasikan suatu peristiwa.
e.       Melatih anak untuk dapat menggunakan beragam teknik mempermudah belajar dari materi yang kompleks.
4.      Kategori anak sebagai pembelajar di dunia nyata. Prinsip pada kategori ini menekankan bahwa pendidikan harus mengikutsertakan anak dalam kegiatan yang bermakna secara konkret atau langsung berkaitan dengan kehidupan di luar sekolah. Hal ini, menuntut adanya sejumlah prinsip, di antaranya sebagai berikut:
a.       Menyediakan ruang bagi anak atau  memberi kesempatan kepada anak untuk mengeksplorasi problem-prolem riil, situasi yang bermakna dan material konkret. Aktivitas bermakna mempunyai tujuan dan berkaitan erat dengan pengalaman pribadi anak.
b.      Menyediakan umpan balik yang memungkinkan adanya konsekuensi yang wajar dari setiap aktivitas anak.
c.       Menumbuhkan motivasi secara intrinstik bukan ekstrinsik.[4]



B.   PRINSIP-PRINSIP PRAKTIS DALAM PEMBELAJARAN/KEGIATAN PAUD
Prinsip-prinsip pelaksana pembelajaran anak usia dini dikemukakan menjadi beberapa prinsip, antara lain:
1.      Berorientsi pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi pada kebutuhan anak. Menurut Maslow, kebutuhan manusia ada tujuh tingkat yang tersusun secara hierarki, yakni: kebutuhan fisik, keamanan, kasih sayang, harga diri, kognisi, estetika, dan aktualisasi diri.
Tetapi bagi anak-anak kebutuhan tersebut berhenti pada tingkat ketiga, yakni kasih sayang. Menurut Maslow, kebutuhan mendasar bagi anak adala kebutuhan fisik (makan, minum, pakaian, dan lain-lain). Artinya anak-anak dapat beraktivitas dengan baik ketika kebutuhan dasar ini terpenuhi. Kebutuhan berikutnya adalah keamanan (aman, nyaman, terlindungi, dan bebas dari bahaya). Artinya anak akan semakin mudah terkondisikan ketika kedua kebutuhannya tersebut terpenuhi. Selanjutnya, kebutuhan anak berikutnya adalah kasih sayang (dimengerti, dihargai, dikasihi, dan lain-lain). Dengan kondisi yang demikian anak akan merasa separuh dari kebutuhan hidupnya telah terpenuhi.
2.      Pembelajaran Anak sesuai dengan Perkembangan Anak
Pembelajaran untuk anak usia dini harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, baik usia maupun kebutuhan individual anak. Setiap anak berbeda perkembangannya dengan anak yang lain, ada yang cepat ada yang lambat. Oleh karena itu, pembelajaran anak usia dini baik lingkup maupun tingkat kesulitannya dengan kelompok usia anak.
3.      Mengembangkan Kecerdasan Majemuk Anak
Pembelajaran anak usia dini hendaknya tidak menjejali anak dengan hafalan (termasuk membaca, menulis, dan berhitung: calistung), tetapi mengembangkan kecerdasannya. Kunci kecerdasan anak adalah kematangan emosi, bukan pada kemampuan kognisi karena serabut otak kognisi pada anak belum terbentuk atau belum tumbuh dengan baik. Oleh karena itu, ukuran kecerdasan anak bukan pada kemampuan kognitif, melainkan pada kemampuan emosi. Dengan demikian, anak yang kemampuan kognitifnya telah baik, belum tentu ia anak yang cerdas. Justru sebaliknya, ada kemungkinan stimulasi yang berlebihan pada kemampuan kognitif membuat pengembangan kecerdasan yang lain menjadi terabaikan. Dan anak tersebut dapat mengalami distorsi kecerdasan secara besar-besaran. Oleh karena itu, kecerdasan bagi anak tidak semata-mata kognitif saja.
4.      Belajar Melaui Bermain
Bermain adalah salah satu pendekatan dalam melaksanakan kegiatan pendidikan untuk anak usia dini. Melaui bermain, anak diajak untuk berekplorasi (penjajakan), menemukan, dan memanfaatkan benda-benda di sekitarnya.
Montessori memandang permainan sebagai “kebutuhan batiniah” setiap anak (Britton, 1992: 19) karena bermain mampu menyenangkan hati, meningkatkan keterampilan, dan meningkatkan perkembangan anak. Konsep bermain inilah yang kemudian disebut sebagai belajar sambil bermain.
Montessori menilai bahwa bermainnya anak bukan sekedar “main-main” tetapi mereka “sungguh-sungguh bermain”. Ketika sebagian orang tua dan guru memandang bahawa bermain adalah kegiatan sia-sia dan melelakan sehingga menghambat proses belajar, Montessori justru menilai bermain adalah “kerja” anak-anak yang sesungguhnya atau lebih dari sekedar belajar (Britton, 1992: 20).
5.      Tahapan Pembelajaran Anak Usia Dini
Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, mulai dari yang konkret ke yang abstrak, dari yang sederhana ke yang kompleks, dari yang bergerak ke verbal, dan dari diri sendiri ke lingkungan sosial. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik, hendaknya guru menyajikan kegiatan-kegiatan yang berulang-ulang, tetapi jangan sampai membosankan. Anak-anak mempunyai ketertarikan terhadap sesuatu yang baru dan ketika ia mampu melakukannya, ia cenderung akan mengulang-ulangnya. Meskipun demikian, anak-anak juga mempunyai titik jenuh sehingga satu kegiatan tertrntu tidak boleh diulang secara berlebihan.
6.      Interaksi Sosial Anak
Ketika anak berinteraksi dengan teman sebayanya, maka anak akan belajar, begitu juga ketika anak beinteraksi dengan orang dewasa (guru, orang tua). Inilah sebabnya, mengapa anak “tanpa belajar” bahasa, pada usia 4-5 tahun ia telah mempunyai kosakata leih dari 14.000 kata. Kekayaan kosa kata ini diperoleh anak-anak ketika berinteraksi dengan orang dewasa, khusunya ibunya.
Dalam sosio-kultur masyarakat pada umumnya, anak yang mempunyai kemampuan bahasa lancar akan dipersepsikan sebagai anak cerdas. Sebaliknya, jika anak lambat dalam perkembangan bahasanya, akan dipersepsikan sebagai anak yang kurang cerdas.  Karena kemampuan bahasa mencerminkan kecerdasan linguistik yang tinggi.
7.      Lingkungan yang Kondusif
Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan memerhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melaui bermain.
8.      Merangsang Kreativitas dan Inovasi
Kegiatan pembelajaran di PAUD harus merangsang daya kreativitas dengan tingkat inovasi tinggi. Jika kegiatan bermain di lembaga PAUD hanya “itu-itu saja” tentu tidak akan mampu merangsang hasrat rasa ingin tahu anak. Oleh karena itu, inovasi di bidang permainan, khususnya permainan sains, harus digalakkan, dan inovasi-temasuk inovasi permainan-selalu membutuhkan kreativitas tinggi.
Proses kreativitas dan inovatif dappat dilakukan melaui kegiatan-kegiatan yang menarik, membangkitkan rasa ingi tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru.
9.      Mengembangkan Kecakapan Hidup
Pembelajaran di PAUD harus mampu mengembangkan kecakapan hidup anak dari berbagai aspek secara menyeluruh. Berbagai kecakapan dilatihkan agar anak kelak menjadi manusia seutuhnya. Tujuannya adalah agar kelak anak berkembang menjadi manusia yang utuh dan memiliki kepribadian atau akhlak mulia, cerdas dan terampil, mampu bekeja sama dengan orang lain, mampu hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Mengembangkan kecakapan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan, agar anak belajar untuk mandiri, disiplin, mampu bersosialisasi, dan memperoleh bekal keterampilan dasar yang berguna untuk kelangsungan hidupnya.
10.  Pembelajaran sesuai dengan Kondisi Sosial Budaya
Pembelajaran anak usia dini harus sesuai dengan kondis sosial budaya dimana anak tersebut berada. Apa yang dipelajari anak adalah persoalan nyata sesuai dengan kondisi di mana anak dilahirkan. Berbagai objek yang ada di sekitar anak, kejadian, dan isu-isu yang menarik dapat diangkat sebagai tema persoalan belajar.
11.  Stimulasi Secara Holistik
Kegiatan anak usia diniharus bersifat terpadu atau holistik. Anak tidak boleh hanya dekembangkan kecerdasan tertentu saja, seperti IPA, Matematika, bahasa, secara terpisah, tetapi terintegrasi ke dalam satu kegiatan. Dengan demikian, setiap permainan dapat mengembangkan seluruh aspek kecerdasannya.
12.  Anak sebagai Pembelajar Aktif
Anak melakukan sendiri kegiatan pembelajarannya dan guru hanya sebagi fasilitator atau mengawasi dari jauh. Dalam kegiatan belajar sambil bermain, hendaknya guru tidak banyak campur tangan karena hal itu justru akan mengganggu kegiatana anak.
13.  Memanfaatkan Potensi Lingkungan
Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan (termasuk bahan-bahn belkas yang berasl dari lingkungan sekitar) oleh pendidik/guru, termasuk dalam hal ini adalah bahan-bahan untuk membuat permainan edukatif sendiri.
Keuntungan mengolah bahan tak terpakai (bahan bekas) secara kreatif untuk dibuat permainan edukatif secara inovatif, antara lain: (1) karena anak mudah bosan dengan satu permainan, permainan yang akan dibuat bisa dirancang hanya untuk beberapa kali digunakan. Setelah selesai digunakan anak sudah bosan, seiring dengan permainan tersebut telah rusak. (2) guru atau orang tua dapat membuat permainan bersama anak atau calon pengguna, sehingga bentuk permainan lebih sesuai dengan selera anak. (3) memanfaatkan lingkungan sebgai permaian dapat menghemat biaya pendidikan anak usia dini.[5]
Dengan demikian, pendidikan akan dapat dimaknai dan berguna bagi anak ketika beradaptasi dengan lingkungannya. Alam sebagai sarana pembelajaran. Hal ini didasarkan pada beberapa teori pembelajaran yang menjadikan alam sebagai sarana yang tak terbatas bagi anak untuk berekplorasi dan beinteraksi dengan alam dalam membangun pengetahuannya.
Vaquette (1983: 67) mengemukakan bahwa terdapat tiga aspek penting dalam alam yaitu:
a.       Alam merupakan ruang lingkup untuk menemukan kembali jati diri secara kolektif dan menyusun kembali kehidupan sosial.
b.      Alam merupakan runag lingkup yang dapat diekplorasi.
c.       Peranan pendidik di lokasi kegiatan.
14.  Anak Belajar melaui Sensori dan Panca Indera
Anak memperoleh pengetuan melaui sensorinya, anak dapat melihat melalui bayangan yang ditangkap oleh mata, anak dapat mendengarkan bunyi melalui telinganya, anak dapat merasakan panas dan dingin lewat perabaannya, anak dapat membedakan bau melaui hidung dan anak dapat mengetahui aneka rasa mealalui lidahnya.oleh karena itu, pembelajaran pada anak hendaknya mengarahkan anak pada berbagai kemampuan yang dapat dilakukan oleh seluruh inderanya.
Anak belajar melalui sensori dan panca indera menurut pandangan dasar Montessori yang meyakini bahwa panca indera adalah pintu gerbang masuknya berbagai pengetahuan ke dalam otak manusia (anak). Karena perannya yang sangat strategis maka seluruh panca indera harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai fungsinya.
15.  Anak membangun Pengetahuan Sendiri
Sejak lahir anak diberi kemampuan. Dalam konsep ini anak diiarkan belajar melaui pengalaman-pengalaman dan pengetahuan yang dialaminya sejak anak lahir dan pengetahuan yang telah anak dapatkan selama hidup. Konsep ini diberikan agar anak dirangsang untuk menambah pengetahuan yang telah diberikan melaui materi-materi yang disampaian oleh guru dengan caranya sendiri. Anak diberi fasilitas yang dapat menunjang untuk membangun pengetahuannya sendiri.
16.  Anak berpikir melalui Benda Konkret
Dalam konsep ini anak harus diberikan pembelajaran dengan benda-benda yang nyata agar anak tidak menerawang atau bingnung. Terciptanya pengalaman melalui benda nyata diharapkan anak lebih mengerti maksud dari materi-materi yang diajarkan oleh guru.
Anak usia dini dapat menyerap pengalaman dengan mudah melalui benda-benda yang bersifat konkret (nyata). Oleh karena itu sebaiknya menggunakan media yang nyata untuk memberikan pembelajaran pada anak.[6]





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
A.    Prinsip-prinsip Teoritis dalam Pembelajaran/Kegiatan PAUD
Menurut Tina Bruce (1987) prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1.      Masa anak-anak adalah sebagian dari kehidupannya secara keseluruhan.
2.      Fisik, mental, dan kesehatan sama pentingnya dengan berpikir maupun aspek psikis (spiritual) lainnya.
3.      Pembelajaran anak usia dini melaui berbagai kegiatan saling terkait satu dengan yang lainnya sehingga pola stimulasi perkembangan anak tidak boleh sektoral dan parsial, hanya satu aspek perkembangan saja.
4.      Membangkitkan motivasi intristik (motivasi dari dalam diri) anak akan menghasilkan inisiatif sendiri (self directed activity) yang sangat bernilai daripada motivasi ekstrensik.
5.      Program pendidikan pada anak usia dini perlu menekankan pada pentingnya sikap disiplin karena sikap tersebut dapat membentuk watak dan kepribadiannya.
6.      Masa peka (0-3 tahun) untuk mempelajari sesuatu pada tahap perkembangan tertentu, perlu diobservasi lebih detail.
7.      Tolok ukur pembelajaran PAUD hendaknya bertumpu pada hal-hal atau kegiatan yang telah mampu dikerjakan anak, bukan mengajarkan hal-hal baru kepada anak, meskipun tujuannya baik karena baik menurut guru dan orang tua belum tentu baik menurut anak.
8.      Suatu kondisi terbaikatau kehidupan terjadi dalam diri anak (innerlife), khususnya pada kondisi yang menunjang.
9.      Orang-orang disekitar (anak dan orang dewasa) dalam interaksi merupakan sentral penting karena mereka secara otomatis menjadi guru bagi anak.
10.  Pada hakikatnya, PAUD merupakan interaksi antara anak, lingkungan, orang dewasa, dan pengetahuan

Menurut Douglas H. Clements (dalam Hass dan Parkay, 1993: 339) membagi prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini ke dalam empat kategori, yaitu: kategori anak sebagai peserta didik aktif, anak sebagi pembelajar sosial-emosional, anak sebagai peserta didik independen (penanggung jawab atas kegiatan yang dilakukannya sendiri) dan kategori anak sebagai pembelajar di dunia nyata. Dan prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini menurut kategori-kategori diatas adalah sebagai berikut:
1.      Pemahaman terhadap anak dilakukan secara partisipasi aktif dan mengikuti pola perkembangan anak.
2.      Memotivasi atau menstimulasi anak untuk membangun ide-idenya sendiri dan “menguji” ide tersebut melaui aktivitas fisik dan mental.
3.      Menyediakan berbagai kesempatan bagi anak untuk belajar melalui bermain, dan mengekspresikan idenya dengan bebas-kreatif, serta mengembangkan minat estetik, keterampilan motorik, dan nilai-nilai moral keagamaan.
4.      Menyediakan kerangka konseptual dan memperbanyak pada aspek pengertian daripada pengetahuan.
5.      Menekankan aspek berpikir, alasan (reasoning), dan pengambilan keputusan secara mandiri.
6.      Menyediakan kesempatan bagi anak untuk berinteraksi secara sosial untuk menumbuhkan self image yang positif dalam diri anak.
7.      Menyediakan berbagai kesempatan untuk belajar tanpa tuntutan dari orang tua maupun guru.
8.      Menyediakan lingkungan (walaupun terbatas) yang dapat mendorong otonomi atau kebebasan anak untuk bermain secara eksploratif.
9.      Menstimulasi, mendorong dan memotivasi anak untuk mencari relasi atau pergaulan (relationship) dengan orang lain, melaui pergaulan dalam bermacam problem.
10.  Memotivasi anak untuk memperkaya pengalaman dengan berbagai solusi dan alternatif-alternatif  pemecahan masalah.
11.  Memberi peluang kepada anak untuk memiliki tujuan-tujuan realistik dan dalam memprediksikan atau mengkonfirmasikan suatu peristiwa.
12.  Melatih anak untuk dapat menggunakan beragam teknik mempermudah belajar dari materi yang kompleks.
13.  Menyediakan ruang bagi anak atau  memberi kesempatan kepada anak untuk mengeksplorasi problem-prolem riil, situasi yang bermakna dan material konkret.
14.  Menyediakan umpan balik yang memungkinkan adanya konsekuensi yang wajar dari setiap aktivitas anak.
15.  Menumbuhkan motivasi secara intrinstik bukan ekstrinsik.

B.     Prinsip-prinsip Praktis dalam Pembelajaran/Kegiatan PAUD
1.      Berorientsi pada Kebutuhan Anak
2.      Pembelajaran Anak sesuai dengan Perkembangan Anak
3.      Mengembangkan Kecerdasan Majemuk Anak
4.      Belajar Melaui Bermain
5.      Tahapan Pembelajaran Anak Usia Dini
6.      Interaksi Sosial Anak
7.      Lingkungan yang Kondusif
8.      Merangsang Kreativitas dan Inovasi
9.      Mengembangkan Kecakapan Hidup
10.  Pembelajaran sesuai dengan Kondisi Sosial Budaya
11.  Stimulasi Secara Holistik
12.  Anak sebagai Pembelajar Aktif
13.  Memanfaatkan Potensi Lingkungan
14.  Anak Belajar melaui Sensori dan Panca Indera
15.  Anak membangun Pengetahuan Sendiri
16.  Anak berpikir melalui Benda Konkret


DAFTAR PUSTAKA

Suyadi dan Ulfah, Maulidya, 2013, Konsep Dasar PAUD, Bandung: Remaja
            Rosdakarya.
S. Rahman, Hibana, 2002, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini,
Yogyakarta: PGTK Press.
Nurani Sujiono, Yuliani, 2009, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini,
Jakarta: Indeks.





[1] Suyadi dan Ulfah Maulidya, Konsep Dasar PAUD, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm 28.
[2] S.Rahman Hibana, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, PGTK Press, Yogyakarta, 2002, hlm 55.
[3] Ibid, hlm 56.
[4] Suyadi dan Ulfah Maulidya, Konsep Dasar PAUD, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2013, hlm. 29-30
[5] Ibid, hlm. 31-43.
[6] Nurani Sujiono Yulani, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, Indeks, Jakarta, 2009, hlm. 90-94.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Strategi Branding Enterpreneur / strategi merek pada pendidikan

Strategi Branding Enterpreneur

  Strategi Branding Enterpreneur Silahkan akses di artikel saya yang terbit di jurnal golden age pendidikan anak usia dini universitas islam...