Standar Prosedur Operasional Bercerita
A. Pengertian
Standar Prosedur Operasional
Standar
prosedur operasional atau sering dikenal dengan standar operasional prosedur
(SOP) merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk
menyelesaikan suatu proses kerja tertentu.[1]
Menurut Tjipto Atmoko, Standart Operasional Prosedur merupakan suatu
pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator
teknis, administrasi dan prosedural sesuai tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan.[2]
B. Standar Prosedur
Operasional Bercerita
Standar
Prosedur Operasional sering digunakan dalam dunia manajemen ataupun instansi
lembaga guna sebagai acuan didalam mencapai tujuan suatu lembaga. SOP dalam
ranah bercerita juga sering disebut dengan prosedur-prosedur bercerita. Sebelum
melaksanakan kegiatan bercerita, guru harus terlebih dahulu menetapkan
rancangan prosedur/langkah-langkah yang harus dilalui dalam bercerita. Hal ini
diperlukan agar penerapan pembelajaran melalui berceritadapat berjalan dengan
baik, sesuai dengan yang diharapkan. Berikut ini akan disampaikan
langkah-langkah yang harus ditempuh guru dalam menerapkankegiatan bercerita di
kelas.[3]
1. Menetapkan tujuan dan tema cerita
Tujuan
kegiatan bercerita ada dua yaitu: memberikan informasi tentang nilai-nilai
sosial, moral atau keagamaan. Team dipilih berdasarkan pada tujuan yang telah
ditetapkan serta berdasarkan pada kehdupan anak di dalam keluarga, disekolah,
atau di masyarakat.
2. Menetapkan bentuk bercerita yang dipilih
Bentuk-bentuk
yng bisa dipilih, misalnya bercerita dengan membaca langsung dari buku cerita,
menggunakan ilustrasi gambar, menggunkan papan flannel, menceritakan dongeng dan sebagainya.
3. Menetapkan bahan dan alat yang diperlukan dalam kegiatan bercerita
Bahan dan
alat yang diperlukan dalam kegiataan bercerita sangat tergaantung pada bentuk
bercerita yang dipilih guru.
4. Menetapkan rancanga langkah-langkah kegiatan bercerita
Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1) Mengomunikasikan tujuan dan tema cerita
Mengomunikasikan
tujuan dan tema merupakan pemberian informasi tentang tujuan yang ingin dicapai
melalui kegiatan bercerita serta tema yang dipilih.
2) Mengatur tempat duduk
Setting yang bisa dipilih guru diantaranya
anak duduk melingkar di atas tikar atau karpet, atau anak duduk di kursi dengan
format setengah lingkaran.
Menurut Abdul Aziz Abdul Majid dalam bukunya mendidik
dengan cerita, langkah-langkah bercerita bagi guru mendongeng meliputi:
1.
Pemilihan
Cerita
Pemilihan cerita ada cerita yang bernada sedih dan gembira. Dalam hal ini, guru sebaiknya dapat memilih cerita
yang sesuai dengan kondisi jiwanya saat akan bercerita. Antara yang menyedihkan
dan menyenangkan. Karena keadaan jiwa pendongeng akan berpengaruh pula pada
setiap penceritaan.[4]
Ada faktor lain yang dapat membantu dalam pemilihan cerita, yaitu
situasi dan kondisi siswa. Misalnya, di awal tahun sangat dekat dan dikenal
anak sebelum masuk sekolah. Kemudian di akhir tahun cukup baik bila memilih
kisah Cerita Tak Brujung. Sebab
cerita ini akan memberi kesan di hati para siswa menjelang kelulusan di akhir
tahun. Dalam cerita ini menggambarkan tentang sesuatu yang berulang-ulang dan
terus-menerus berlangsung, yaitu gambaran semut yang memasuki gudang gandum,
mengambil sebuah gandum lalu keluar. Kemudian semut yang lainnya memasuki
gudang untuk melakukan hal yang sama, dan seterusnya.
Adapun di pertengahan tahun, apa yang terjadi di dalam atau di luar
kelas bisa membantu dalam pemilihan cerita. Misalnya, ada seorang murid yang
datang terlambat tanpa alasan, maka guru dapat memilih cerita Mahjubah yang Malas. Atau ketika seorang
murid menemukan seekor tikus memasuki kelas, untuk menanamkan dasar-dasar budi
pekerti yang baik maka dapat dipilih cerita Singa
dan Tikus, dan seterusnya. Oleh karena itu, guru harus menyiapkan dan
membaca seluruh cerita yang hendak disajikan.
Sebagai catatan bagi guru, harus diingatkan bahwa dalam penyampaian
cerita yang lucu dan sedih, ia harus bercerita dengan menggunakan cara yang
tepat agar murid tidak salah mengapresiasikan. Misalnya, dalam cerita yang
menyedihkan mereka malah tertawa atau sebaliknya.
2.
Persiapan
Sebelum Masuk Kelas
Persiapan sebelum masuk adalah keliru
jika seorang guru mengira bahwa bercerita dianggap pelajaran yang tidak
memerlukan persiapan. Cukup dengan mengetahui rangkaian peristiwa dan jalan
cerita, lalu masuk kelas dan menyampaikannya kepada siswa. Kami hendak
mengingatkan kepada para guru bahwa setiap menit waktu yang digunakan untuk
berpikir dan mengolah cerita sekaligus mempersiapkan sebelum pelajaran dimulai,
akan membantu dalam penyampaian cerita dengan mudah. Begitu juga saat
menggambarkan berbagai peristiwa di hadapan anak-anak, ia dapat melakukannya
dengan jelas. Ia mampu karena ia telah memikirkannya, merancang gambaran alur
cerita secara jelas, dan menyiapkan kalimat-kalimat yang akan disampaikan
sebelum masuk kelas.[5]
3.
Perhatikan
Posisi Duduk Siswa
Ketika bercerita, yang diharapkan adalah perhatian para siswa dengan
sepenuh hati dan pikiran mereka. Oleh karena itu, guru harus dapat menguasai
cerita yang disampaikan dengan baik. Sehingga mereka dapat mengikuti jalan
cerita dan merasa hidup bersama para pahlawannya.
Bahwa hubungan guru dengan para siswanya dalam bercerita hendaknya
seperti hubungan tuan rumah dengan tamunya. Ia menyambut mereka, menghidupkan
suasana, menghibur, serta menciptakan suasana kasih sayang dan persahabatan.
Oleh karena itu, sangatlah dianjurkan bila posisi duduk para siswa deka dengan
guru. Karena kedekatan tempat ini akan
membantu pendengaran para siswa dalam menyimak suara guru dan
gerakan-gerakannya pun akan terlihat jelas. Posisi ini juga memudahkan guru
dalam membimbing setiap siswa dan melihat mereka secara langsung dengan hanya
satu pandangan, sebab mereka berkumpul dekat dengannya.
Posisi duduk yang baik bagi para siswa dalam mendengarkan cerita adalah
berkumpul mengelilingi guru dengan posisi setengah lingkaran atau mendekati
setengah lingkaran.
![]() |
|||
![]() |
|||
Ini adalah susunan posisi duduk
yang baru setelah guru mengubah tempat duduk mereka dan mengaturnya agar duduk
dalam posisi mendengar cerita seperti terlihat dalam gambar. Guru dapat
mendekatkan para siswa dengan memindahkan bangku yang terletak di belakang ke
depan.
Guru
juga harus memastikan bahwa para siswa merasa bebas jiwanya dengan beberapa
aturan tertentu di tempat duduk mereka dan membantu mereka memilihkan tempat
duduk yang sesuai. Guru bisa membiarkan sebagian siswa duduk di samping
kanan-kirinya, yang lain duduk di belakangnya dan yang lain lagi dibiarkan
berdiri jika mereka menghendaki.
Guru
hendaknya tidak menempatkan siswa duduk atau berdiri di kedua ujung setengah
lingkaran, jika itu akan menyulitkan dalam memperhatikan mereka baik ketika
duduk ataupun berdiri saat penceritaan berlangsung.
Kemudian guru duduk di bangkunya secara
terpisah, menghadap murid-murid dan memandang mereka secara menyeluruh, untuk
dapat mengundang perhatian mereka. Sebaiknya guru tidak langsung duduk ketika
mulai bercerita, tetapi memulainya dengan berdiri, lalu pada menit-menit
selanjutnya secara perlahan-lahan ia bersiap untuk duduk pada saat menyampaikan
pembukaan cerita, kemudian setiap itu barulah ia duduk.
Dari penjelasan tadi, hendaknya tidak dipahami bahwa
guru harus selalu duduk sepanjang bercerita. Sebab alur kisah iu mengharukannya
pula untuk bergerak, mengubah posisi duduk, dan terkadang mengharuskannya untuk
berdiri dan berjalan sesuai kebutuhan.
Dalam kegiatan bercerita, perlu
adanya suatu rencana untuk menentukan pokok-pokok cerita yang akan
dikomunikasikan. Menurut Tarigan (1981: 32) dalam merencanakan suatu
pembicaraan atau bercerita harus mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:[6]
1.
Menentukan
topik cerita yang menarik
Topik merupakan pokok pikiran atau pokok
pembicaraan. Pokok pikiran dalam cerita harus menarik agar pendengar tertarik
dan senang dalam mendengarkan cerita.
Contoh topik
cerita: pendidikan, sumber
daya alam, kejujuran, persahabatan dan sebagainya.
2. Menyusun kerangka cerita dengan mengumpulkan
bahan-bahan
Kerangka cerita merupakan rencana
penulisan yang memuat garis-garis besar
dari suatu cerita.
Dalam menyusun kerangka
cerita, harus mengumpulkan
bahan-bahan seperti dari buku, majalah, koran, makalah dan sebagainya, untuk
memudahkan dalam merangkai suatu cerita. Contoh kerangka cerita dengan topik
persahabatan:
1) Ada 2 orang bersahabat
2) 2 orang sahabat berselisih paham
3) Penyelesaian masalah & kembali bersahabat
3. Mengembangkan kerangka cerita
Kerangka
cerita yang sudah
dibuat kemudian dikembangkan
sesuai dengan pokok-pokok cerita.
Contoh
pengembangan kerangka cerita poin
1) Ada 2 orang bersahabat: Ada 2
orang bersahabat sejak
lama. Namanya Dina
dan Ely. Mereka saling membantu
satu sama lain. Saat Dina
sedang mengalami kesulitan, Ely selalu
membantu & menghibur
Dina. Begitupun sebaliknya
4. Menyusun teks cerita
Penyusunan teks cerita dilakukan dengan
menggabungkan poin-poin dari kerangka cerita yang telah dikembangkan dengan
memperhatikan keterkaitan antar poin.
Contohnya
yaitu menggabungkan pengembangan kerangka cerita poin 1-3 yang telah dijelaskan
diatas sehingga menjadi sebuah teks cerita yang baik.
C. Unsur-Unsur Penyajian Cerita
Pendidik perlu mengasah keterampilannya
dalam bercerita, baik dalam olah vokal, olah gerak, bahasa dan komunikasi serta
ekspresi. Seorang pencerita harus pandai-pandai mengembangkan berbagai unsur
penyajian cerita sehingga terjadi harmoni yang tepat. Secara garis besar
unsur-unsur penyajian cerita yang harus dikombinasikan secara proporsional
adalah sebagai berikut :[7]
1. Narasi adalah tulisan yang berisi rangkaian
peristiwa atau kejadian yang membuat pembaca atau pendengar (kalau narasi
tersebut dibacakan untuk orang lain) seolah-olah pembaca atau pendengar
tersebut mengalami dan melihat sendiri. Contoh narasi adalah sebagai berikut:
“Pada dahulu kala hiduplah seekor kura-kura
dan seekor burung elang. Walaupun sang kura-kura dan elang jarang bertemu
karena sang kura-kura lebih banyak menghabiskan waktu disemak-semak sedangkan
sang elang lebih banyak terbang, namun tidak menghalangi sang elang untuk
selalu mengunjungi teman kecilnya yang baik hati, sang kura-kura”.
2. Dialog adalah tulisan yang berisi percakapan,
baik secara tertulis maupun secara lisan antara dua tokoh atau lebih. Contoh
dialog adalah sebagai berikut:
Tak berapa seluruh penghuni hutan rimba berkumpul untuk memilih Raja yang baru. Pertama yang dicalonkan adalah Macan Tutul, tetapi macan tutul menolak. “Jangan, melihat manusia saja aku sudah lari tunggang langgang,” ujarnya. “Kalau gitu Badak saja, kau kan amat kuat,” kata binatang lain. “Tidak-tidak, penglihatanku kurang baik, aku telah menabrak pohon berkali-kali.” “Oh…mungkin Gajah saja yang jadi Raja, badan kau kan besar..”, ujar binatang-binatang lain. “Aku tidak bisa berkelahi dan gerakanku amat lambat,” sahut gajah.
Tak berapa seluruh penghuni hutan rimba berkumpul untuk memilih Raja yang baru. Pertama yang dicalonkan adalah Macan Tutul, tetapi macan tutul menolak. “Jangan, melihat manusia saja aku sudah lari tunggang langgang,” ujarnya. “Kalau gitu Badak saja, kau kan amat kuat,” kata binatang lain. “Tidak-tidak, penglihatanku kurang baik, aku telah menabrak pohon berkali-kali.” “Oh…mungkin Gajah saja yang jadi Raja, badan kau kan besar..”, ujar binatang-binatang lain. “Aku tidak bisa berkelahi dan gerakanku amat lambat,” sahut gajah.
Dialog dalam cerita tersebut ditandai dengan
tanda aphostrope atau tanda petik dua. Dialog juga diakhiri atau diawali dengan
tokoh yang mengucapkan kata-kata tersebut.
3. Ekspresi wajah atau mimik adalah hasil dari
satu atau lebih gerakan atau posisi otot pada wajah. Ekspresi wajah merupakan
salah satu bentuk komunikasi non verbal dan dapat menyampaikan keadaan emosi
dari seseorang kepada orang yang mengamati.
4. Visualisasi gerak/Peragaan (acting) adalah
memperagakan apa yang diucapkan oleh pencerita atau merubah dari bahasa verbal
menjadi bahasa gerak. Misalnya ketika pencerita sedang menceritakan satu tokoh
yang sedang berlari, maka pencerita bisa memperagakan gerak lari tersebut di
tempat. Peragaan atau acting ini penting untuk pendengar agar terjembatani
antara imajinasi dan realitas atau gambaran nyata.
5. Ilustrasi suara, baik suara lazim maupun suara
tak lazim. Hal ini sangat dibutuhkan oleh pencerita, karena pencerita harus
menyuarakan atau memainkan beberapa tokoh dalam cerita itu sendirian. Jadi
dengan adanya ilustrasi suara, maka pendengar akan bisa membedakan antara tokoh
yang satu dengan tokoh yang lain atau merasakan suasana yang sedang dibangun
oleh pencerita.
6. Media atua alat peraga bisa juga membantu
dalam memvisualisasikan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita tersebut. Kebutuhan
media atau peraga ini tidak mutlak harus ada, karena tujuan utama dari
bercerita adalah melatih pendengar untuk mampu berimajinasi dengan baik.
7.
Teknis
ilustrasi lainnya, misalnya lagu, permainan, musik, dan sebagainya.
[6] http://eprints.uny.ac.id/7805/3/bab%202%20-%2008108244047.pdf tanggal 09
September 2015, pukul 10.00 WIB
[7] https://teaterku.wordpress.com/2013/03/18/pembelajaran-anak-usia-dini-melalui-aktifitas-bercerita-dan-mendongeng/ tanggal 29
September 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar