Minggu, 15 April 2018

Standar Prosedur Operasional Bercerita


Standar Prosedur Operasional Bercerita

A.    Pengertian Standar Prosedur Operasional
       Standar prosedur operasional atau sering dikenal dengan standar operasional prosedur (SOP) merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu.[1]
Menurut Tjipto Atmoko, Standart Operasional Prosedur merupakan suatu pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis, administrasi dan prosedural sesuai tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan.[2]
B.     Standar Prosedur Operasional Bercerita
       Standar Prosedur Operasional sering digunakan dalam dunia manajemen ataupun instansi lembaga guna sebagai acuan didalam mencapai tujuan suatu lembaga. SOP dalam ranah bercerita juga sering disebut dengan prosedur-prosedur bercerita. Sebelum melaksanakan kegiatan bercerita, guru harus terlebih dahulu menetapkan rancangan prosedur/langkah-langkah yang harus dilalui dalam bercerita. Hal ini diperlukan agar penerapan pembelajaran melalui berceritadapat berjalan dengan baik, sesuai dengan yang diharapkan. Berikut ini akan disampaikan langkah-langkah yang harus ditempuh guru dalam menerapkankegiatan bercerita di kelas.[3]
1.      Menetapkan tujuan dan tema cerita
       Tujuan kegiatan bercerita ada dua yaitu: memberikan informasi tentang nilai-nilai sosial, moral atau keagamaan. Team dipilih berdasarkan pada tujuan yang telah ditetapkan serta berdasarkan pada kehdupan anak di dalam keluarga, disekolah, atau di masyarakat.
2.      Menetapkan bentuk bercerita yang dipilih
       Bentuk-bentuk yng bisa dipilih, misalnya bercerita dengan membaca langsung dari buku cerita, menggunakan ilustrasi gambar, menggunkan papan flannel, menceritakan dongeng dan sebagainya.
3.      Menetapkan bahan dan alat yang diperlukan dalam kegiatan bercerita
       Bahan dan alat yang diperlukan dalam kegiataan bercerita sangat tergaantung pada bentuk bercerita yang dipilih guru.
4.      Menetapkan rancanga langkah-langkah kegiatan bercerita
Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1)      Mengomunikasikan tujuan dan tema cerita
       Mengomunikasikan tujuan dan tema merupakan pemberian informasi tentang tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan bercerita serta tema yang dipilih.
2)      Mengatur tempat duduk
       Setting yang bisa dipilih guru diantaranya anak duduk melingkar di atas tikar atau karpet, atau anak duduk di kursi dengan format setengah lingkaran.
Menurut Abdul Aziz Abdul Majid dalam bukunya mendidik dengan cerita, langkah-langkah bercerita bagi guru mendongeng meliputi:
1.      Pemilihan Cerita
       Pemilihan cerita ada cerita yang bernada sedih dan gembira. Dalam  hal ini, guru sebaiknya dapat memilih cerita yang sesuai dengan kondisi jiwanya saat akan bercerita. Antara yang menyedihkan dan menyenangkan. Karena keadaan jiwa pendongeng akan berpengaruh pula pada setiap penceritaan.[4]
       Ada faktor lain yang dapat membantu dalam pemilihan cerita, yaitu situasi dan kondisi siswa. Misalnya, di awal tahun sangat dekat dan dikenal anak sebelum masuk sekolah. Kemudian di akhir tahun cukup baik bila memilih kisah Cerita Tak Brujung. Sebab cerita ini akan memberi kesan di hati para siswa menjelang kelulusan di akhir tahun. Dalam cerita ini menggambarkan tentang sesuatu yang berulang-ulang dan terus-menerus berlangsung, yaitu gambaran semut yang memasuki gudang gandum, mengambil sebuah gandum lalu keluar. Kemudian semut yang lainnya memasuki gudang untuk melakukan hal yang sama, dan seterusnya.
       Adapun di pertengahan tahun, apa yang terjadi di dalam atau di luar kelas bisa membantu dalam pemilihan cerita. Misalnya, ada seorang murid yang datang terlambat tanpa alasan, maka guru dapat memilih cerita Mahjubah yang Malas. Atau ketika seorang murid menemukan seekor tikus memasuki kelas, untuk menanamkan dasar-dasar budi pekerti yang baik maka dapat dipilih cerita Singa dan Tikus, dan seterusnya. Oleh karena itu, guru harus menyiapkan dan membaca seluruh cerita yang hendak disajikan.
       Sebagai catatan bagi guru, harus diingatkan bahwa dalam penyampaian cerita yang lucu dan sedih, ia harus bercerita dengan menggunakan cara yang tepat agar murid tidak salah mengapresiasikan. Misalnya, dalam cerita yang menyedihkan mereka malah tertawa atau sebaliknya.
2.      Persiapan Sebelum Masuk Kelas
       Persiapan sebelum masuk adalah keliru jika seorang guru mengira bahwa bercerita dianggap pelajaran yang tidak memerlukan persiapan. Cukup dengan mengetahui rangkaian peristiwa dan jalan cerita, lalu masuk kelas dan menyampaikannya kepada siswa. Kami hendak mengingatkan kepada para guru bahwa setiap menit waktu yang digunakan untuk berpikir dan mengolah cerita sekaligus mempersiapkan sebelum pelajaran dimulai, akan membantu dalam penyampaian cerita dengan mudah. Begitu juga saat menggambarkan berbagai peristiwa di hadapan anak-anak, ia dapat melakukannya dengan jelas. Ia mampu karena ia telah memikirkannya, merancang gambaran alur cerita secara jelas, dan menyiapkan kalimat-kalimat yang akan disampaikan sebelum masuk kelas.[5]

3.      Perhatikan Posisi Duduk Siswa
       Ketika bercerita, yang diharapkan adalah perhatian para siswa dengan sepenuh hati dan pikiran mereka. Oleh karena itu, guru harus dapat menguasai cerita yang disampaikan dengan baik. Sehingga mereka dapat mengikuti jalan cerita dan merasa hidup bersama para pahlawannya.
       Bahwa hubungan guru dengan para siswanya dalam bercerita hendaknya seperti hubungan tuan rumah dengan tamunya. Ia menyambut mereka, menghidupkan suasana, menghibur, serta menciptakan suasana kasih sayang dan persahabatan. Oleh karena itu, sangatlah dianjurkan bila posisi duduk para siswa deka dengan guru. Karena kedekatan tempat ini  akan membantu pendengaran para siswa dalam menyimak suara guru dan gerakan-gerakannya pun akan terlihat jelas. Posisi ini juga memudahkan guru dalam membimbing setiap siswa dan melihat mereka secara langsung dengan hanya satu pandangan, sebab mereka berkumpul dekat dengannya.
       Posisi duduk yang baik bagi para siswa dalam mendengarkan cerita adalah berkumpul mengelilingi guru dengan posisi setengah lingkaran atau mendekati setengah lingkaran.



 






       Ini adalah susunan posisi duduk yang baru setelah guru mengubah tempat duduk mereka dan mengaturnya agar duduk dalam posisi mendengar cerita seperti terlihat dalam gambar. Guru dapat mendekatkan para siswa dengan memindahkan bangku yang terletak di belakang ke depan.
       Guru juga harus memastikan bahwa para siswa merasa bebas jiwanya dengan beberapa aturan tertentu di tempat duduk mereka dan membantu mereka memilihkan tempat duduk yang sesuai. Guru bisa membiarkan sebagian siswa duduk di samping kanan-kirinya, yang lain duduk di belakangnya dan yang lain lagi dibiarkan berdiri jika mereka menghendaki.
       Guru hendaknya tidak menempatkan siswa duduk atau berdiri di kedua ujung setengah lingkaran, jika itu akan menyulitkan dalam memperhatikan mereka baik ketika duduk ataupun berdiri saat penceritaan berlangsung.
       Kemudian guru duduk di bangkunya secara terpisah, menghadap murid-murid dan memandang mereka secara menyeluruh, untuk dapat mengundang perhatian mereka. Sebaiknya guru tidak langsung duduk ketika mulai bercerita, tetapi memulainya dengan berdiri, lalu pada menit-menit selanjutnya secara perlahan-lahan ia bersiap untuk duduk pada saat menyampaikan pembukaan cerita, kemudian setiap itu barulah ia duduk.
       Dari penjelasan tadi, hendaknya tidak dipahami bahwa guru harus selalu duduk sepanjang bercerita. Sebab alur kisah iu mengharukannya pula untuk bergerak, mengubah posisi duduk, dan terkadang mengharuskannya untuk berdiri dan berjalan sesuai kebutuhan.

       Dalam kegiatan bercerita, perlu adanya suatu rencana untuk menentukan pokok-pokok cerita yang akan dikomunikasikan. Menurut Tarigan (1981: 32) dalam merencanakan suatu pembicaraan atau bercerita harus mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:[6]
1.      Menentukan topik cerita yang menarik
       Topik merupakan pokok pikiran atau pokok pembicaraan. Pokok pikiran dalam cerita harus menarik agar pendengar tertarik dan senang dalam mendengarkan cerita.
Contoh   topik   cerita:   pendidikan,   sumber   daya   alam,   kejujuran, persahabatan dan sebagainya.
2.      Menyusun kerangka cerita dengan mengumpulkan bahan-bahan
       Kerangka cerita merupakan rencana penulisan yang memuat garis-garis besar   dari   suatu   cerita.   Dalam   menyusun   kerangka   cerita,   harus mengumpulkan bahan-bahan seperti dari buku, majalah, koran, makalah dan sebagainya, untuk memudahkan dalam merangkai suatu cerita. Contoh kerangka cerita dengan topik persahabatan:
1)      Ada 2 orang bersahabat
2)      2 orang sahabat berselisih paham
3)      Penyelesaian masalah & kembali bersahabat
3.      Mengembangkan kerangka cerita
       Kerangka  cerita  yang  sudah  dibuat  kemudian  dikembangkan  sesuai dengan pokok-pokok cerita.
Contoh pengembangan kerangka cerita poin
1)      Ada 2 orang bersahabat: Ada  2  orang  bersahabat  sejak  lama.  Namanya  Dina  dan  Ely. Mereka saling membantu satu sama             lain. Saat Dina sedang mengalami kesulitan,   Ely   selalu   membantu   &   menghibur   Dina.   Begitupun sebaliknya
4.      Menyusun teks cerita
       Penyusunan teks cerita dilakukan dengan menggabungkan poin-poin dari kerangka cerita yang telah dikembangkan dengan memperhatikan keterkaitan antar poin.
Contohnya yaitu menggabungkan pengembangan kerangka cerita poin 1-3 yang telah dijelaskan diatas sehingga menjadi sebuah teks cerita yang baik.

C.    Unsur-Unsur Penyajian Cerita
       Pendidik perlu mengasah keterampilannya dalam bercerita, baik dalam olah vokal, olah gerak, bahasa dan komunikasi serta ekspresi. Seorang pencerita harus pandai-pandai mengembangkan berbagai unsur penyajian cerita sehingga terjadi harmoni yang tepat. Secara garis besar unsur-unsur penyajian cerita yang harus dikombinasikan secara proporsional adalah sebagai berikut :[7]
1.      Narasi adalah tulisan yang berisi rangkaian peristiwa atau kejadian yang membuat pembaca atau pendengar (kalau narasi tersebut dibacakan untuk orang lain) seolah-olah pembaca atau pendengar tersebut mengalami dan melihat sendiri. Contoh narasi adalah sebagai berikut:
“Pada dahulu kala hiduplah seekor kura-kura dan seekor burung elang. Walaupun sang kura-kura dan elang jarang bertemu karena sang kura-kura lebih banyak menghabiskan waktu disemak-semak sedangkan sang elang lebih banyak terbang, namun tidak menghalangi sang elang untuk selalu mengunjungi teman kecilnya yang baik hati, sang kura-kura”.
2.      Dialog adalah tulisan yang berisi percakapan, baik secara tertulis maupun secara lisan antara dua tokoh atau lebih. Contoh dialog adalah sebagai berikut:
Tak berapa seluruh penghuni hutan rimba berkumpul untuk memilih Raja yang baru. Pertama yang dicalonkan adalah Macan Tutul, tetapi macan tutul menolak. “Jangan, melihat manusia saja aku sudah lari tunggang langgang,” ujarnya. “Kalau gitu Badak saja, kau kan amat kuat,” kata binatang lain. “Tidak-tidak, penglihatanku kurang baik, aku telah menabrak pohon berkali-kali.” “Oh…mungkin Gajah saja yang jadi Raja, badan kau kan besar..”, ujar binatang-binatang lain. “Aku tidak bisa berkelahi dan gerakanku amat lambat,” sahut gajah.
Dialog dalam cerita tersebut ditandai dengan tanda aphostrope atau tanda petik dua. Dialog juga diakhiri atau diawali dengan tokoh yang mengucapkan kata-kata tersebut.
3.      Ekspresi wajah atau mimik adalah hasil dari satu atau lebih gerakan atau posisi otot pada wajah. Ekspresi wajah merupakan salah satu bentuk komunikasi non verbal dan dapat menyampaikan keadaan emosi dari seseorang kepada orang yang mengamati.
4.      Visualisasi gerak/Peragaan (acting) adalah memperagakan apa yang diucapkan oleh pencerita atau merubah dari bahasa verbal menjadi bahasa gerak. Misalnya ketika pencerita sedang menceritakan satu tokoh yang sedang berlari, maka pencerita bisa memperagakan gerak lari tersebut di tempat. Peragaan atau acting ini penting untuk pendengar agar terjembatani antara imajinasi dan realitas atau gambaran nyata.
5.      Ilustrasi suara, baik suara lazim maupun suara tak lazim. Hal ini sangat dibutuhkan oleh pencerita, karena pencerita harus menyuarakan atau memainkan beberapa tokoh dalam cerita itu sendirian. Jadi dengan adanya ilustrasi suara, maka pendengar akan bisa membedakan antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain atau merasakan suasana yang sedang dibangun oleh pencerita.
6.      Media atua alat peraga bisa juga membantu dalam memvisualisasikan tokoh-tokoh yang ada dalam cerita tersebut. Kebutuhan media atau peraga ini tidak mutlak harus ada, karena tujuan utama dari bercerita adalah melatih pendengar untuk mampu berimajinasi dengan baik.
7.      Teknis ilustrasi lainnya, misalnya lagu, permainan, musik, dan sebagainya.




                [4] Abdul Aziz Abdul Majid. Mendidik Dengan Cerita. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013). hal. 30.
                [5] ibid., hal. 32.
                [6] http://eprints.uny.ac.id/7805/3/bab%202%20-%2008108244047.pdf tanggal 09 September 2015, pukul 10.00 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Strategi Branding Enterpreneur / strategi merek pada pendidikan

Strategi Branding Enterpreneur

  Strategi Branding Enterpreneur Silahkan akses di artikel saya yang terbit di jurnal golden age pendidikan anak usia dini universitas islam...